Senin, 05 September 2011

Pastor Tidak Kawin

Ketika seorang dipanggil untuk jabatan Imamat, ia sadar penuh akan konsekuensi dari jabatan itu. Salah satu konsekuensi adalah ia tidak kawin.Konsenkuensi itu dikukuhkan dalam ritual ikrar kaul atau janji selibat sesuai konstitusi Ordo atau Gereja.


Dengan ritual tersebut, seorang pastor berjanji di bawah sumpah atas nama Allah dan Gereja-Nya, akan mengabdikan diri secara total untuk jabatan Imamat. Seorang pastor hanya fokus pada tugas pelayanan Imamat bagi umat dan tidak tersita kesibukannya dengan hal-hal duniawi.

Larangan tidak kawin, bukan tuntutan Alkitabiah namun Alkitab hanya menganjurkan seperti apa yang dikatakan Yesus dalam Injil Mateus:
"Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauan sendiri oleh karena kerajaan sorga. Siapa yang dapat mengerti, hendaklah ia mengerti."(Mat.19:12)

Jadi, pada prinsipnya, aturan Gereja Katolik tidak bertentangan dengan ajaran alkitabiah tentang orang boleh menikah atau tidak menikah karena hal itu menyangkut hak asasi manusia. Orang boleh menikah atau tidak menikah adalah pilihan hidup pribadi orang itu sendiri.


Ketika orang dihadapkan pada suatu bentuk panggilan hidup dan ternyata bentuk panggilan hidup itu mengisyaratkan orang untuk tidak kawin maka itu adalah salah satu pilihannya. Dengan demikian, orang itu harus dengan sukarela menjalaninya karena memang ia sadar akan pilihannya itu.


Begitu pula, pilihan hidup seseorang yang ingin menjadi pastor. Gereja menganjurkan agar orang yang menjadi pastor sebaiknya tidak kawin. Tentu, anjuran itu dikukuhkan dalam aturan Gereja supaya menjadi pedoman bagi mereka yang terpanggil untuk menjadi imam atau pastor. Dan tentu saja, pedoman itu hanya demi pertimbangan praktis pastoralnya. Ia hanya menyibukan diri dengan tugas-tugas pastoralnya dan tidak harus dibebani dengan urusan keluarga seandainya ia kawin.

Seorang pastor hanya melihat Yesus sebagai figur sentral dan model pelayanan pastoralnya. Gereja melihat dan meyakini bahwa pola hidup dan model pastoral Yesus pada saat awal pewartaan injil dan masa Gereja purba tetap aktual dan relevan dengan pola hidup dan model pastoral Gereja dalam pelayanan para pastor masa kini dan seterusnya.

Kalau pastor tidak kawin maka pertanyaan selanjutnya, bagaimana ia menjaga hubungannya dengan seorang wanita? Apakah hidup seorang pastor terisolir dari hidup seorang wanita? Tentu saja tidak.

Di sini, faktor pembinaan dan pendampingan rohani selama masa pendidikan menjadi sangat penting dan sangat menentukan. Ia harus memiliki kecerdasan intelektual, kematangan hidup emosional, dan spiritual sehingga ia dapat mahir dan cerdas berpastoral, di samping cerdas mengolah dan menata hidup emosional dalam pergaulannya dengan para wanita. Terutama, hindari hubungan yang terindikasi eksklusif.

Seorang pastor harus tetap sadar bahwa pelayanan pastoralnya akan dikelilingi para wanita sebagaimana pelayanan pastoral Yesus pada zaman-Nya. Ia harus terus belajar pada Yesus, bagaimana Yesus mengolah dan menata hubungan-Nya dengan para wanita supaya mereka tetap mendukung pelayanan pastoral-Nya.


Yesus tidak melihat wanita sebagai 'batu sandungan' atau 'kambing hitam' untuk pelayanan pastoral-Nya. Yesus menjadikan mereka sebagai rekan dan sabahat-sahabat seperjalanan dalam karya pastoral-Nya. Banyak peristiwa injil sudah menunjukkan betapa besar peran para wanita seputar karya pewartaan dan pastoral Yesus. Dan para pastor diharapkan menghidupkan spirit pastoral seperti itu dalam tugas pelayanannya.

Jadi, pastor tidak kawin bukan karena dosa orangtuanya, bukan ia tidak mampu untuk kawin, bukan ia dilarang oleh Gereja, tetapi karena kemauannya sendiri oleh karena kerajaan Sorga. Itu salah satu bentuk panggilan hidup yang secara sadar dipilihnya untuk dijalaninya dengan sukarela demi iman dan cintanya pada Yesus dan Gereja-Nya.

Selanjutnya, tergantung bagaimana ia berjuang dengan bantuan rahmat Allah untuk merawat dan memelihara pilihan bentuk panggilannya itu hingga akhir hayatnya.

Pada titik ini, selain hidup doa dan rohani pribadi, seorang pastor butuh dukungan dan doa-doa Gereja. Tidak terkecuali, dukungan dan doa-doa para wanita yang selalu dekat seputar karya pelayanan pastoralnya. Dukungan dan doa-doa itu perlu agar para pastor tetap berkobar-kobar cintanya untuk Tuhan dan Gereja-Nya.

19 komentar:

  1. ada kesalahan penafsiran dan praktikal di dlm gereja Katolik. kita tidak boleh membuat disiplin gereja yang mengikat spt itu. saya jauh lebih setuju dengan protestan yg mana pendeta boleh menikah, tetapi ada juga yang tidak menikah walau prosentase nya tak sebanyak yg menikah. Ini membuktikan bhw keduanya : baik menikah maupun tidak menikah sama baik dan mulianya di hadapan Tuhan.
    para hamba Tuhan jg adalah orang normal. seks tidak beda dgn kebutuhan lainnya. bedanya, seks hanya dibolehkan dlm ikatan pernikahan yg syah di hadapan Tuhan. Tetapi jika ada orang yg terpanggil utk melajang seumur hidupnya spt Matius 19 :12 yg dikutip di atas, puji Tuhan. Silahkan tidak menikah. tetapi tidak boleh menjadi ketentuan yg mengikat dan harus dlm posisinya sbg hamba Tuhan. Pelecehan seksual di kalangan pastor sangat memprihatinkan. itu yg masih ketahuan. yg tidak ketahuan publik??
    saya rasa katolik harus berani mereformasi dirinya, saya sependapat dengan Hans Kung. jgn malu mengaku salah bahwa gereja katolik sdh melewati batas wewenang nya dengan menjadikan selibat sbg disiplin WAJIB bg imam. smoga bermanfaat. trimakasih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. I Korintus
      7:32 Aku ingin, supaya kamu hidup tanpa kekuatiran. Orang yang tidak beristeri memusatkan perhatiannya pada perkara Tuhan, bagaimana Tuhan berkenan kepadanya.
      7:33 Orang yang beristeri memusatkan perhatiannya pada perkara duniawi, bagaimana ia dapat menyenangkan isterinya,
      7:34 dan dengan demikian perhatiannya terbagi-bagi. Perempuan yang tidak bersuami dan anak-anak gadis memusatkan perhatian mereka pada perkara Tuhan, supaya tubuh dan jiwa mereka kudus. Tetapi perempuan yang bersuami memusatkan perhatiannya pada perkara duniawi, bagaimana ia dapat menyenangkan suaminya.
      7:35 Semuanya ini kukatakan untuk kepentingan kamu sendiri, bukan untuk menghalang-halangi kamu dalam kebebasan kamu, tetapi sebaliknya supaya kamu melakukan apa yang benar dan baik, dan melayani Tuhan tanpa gangguan.
      7:36. Tetapi jikalau seorang menyangka, bahwa ia tidak berlaku wajar terhadap gadisnya, jika gadisnya itu telah bertambah tua dan ia benar-benar merasa, bahwa mereka harus kawin, baiklah mereka kawin, kalau ia menghendakinya. Hal itu bukan dosa.
      7:37 Tetapi kalau ada seorang, yang tidak dipaksa untuk berbuat demikian, benar-benar yakin dalam hatinya dan benar-benar menguasai kemauannya, telah mengambil keputusan untuk tidak kawin dengan gadisnya, ia berbuat baik.
      7:38 Jadi orang yang kawin dengan gadisnya berbuat baik, dan orang yang tidak kawin dengan gadisnya berbuat lebih baik.

      Hapus
  2. Saya setuju, lebih baik sang pastor menikah saja karena kasus perselingkuhan dan perzinahan para pastor dan uskup dalam gereja salah satu disebabkan oleh faktor tdk menikah. padahal menyalurkan hasrat bioligis adalah fitrah dan manusiawi. Gereja katholik mesti mereformasi aturan mereka untuk membolehkan pastor dan biarawati menikah.

    BalasHapus
  3. Kok aneh...emang aturan agama bisa renovasi?ini agama tuhan atau buatan manusia?
    Setahu saya agama dari tuhan tidak akan melanggar fitrah manusia...maka jangan kau rubah aturan tuhan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya bisa memahami kebingungan anda karena perbedaan konsep berfikir atau perbedaan keyakinan. Di Kristen, agama bukan berasal dari Tuhan. Itu adalah organisasi bentukan manusia. Yesus tidak datang membawa agama. Justru dewasa ini, agama nampak membatasi ajaran Yesus seolah-olah Ia hanya datang untuk orang Kristen. Padahal ajaran Yesus bersifat universal, untuk semua manusia.

      Hapus
  4. saya rasa aneh saja. wong manusia kok gak nikah

    BalasHapus
  5. tapi gak apalah. kalo emang itu aturannya. tapi yaou tetap aneh ya!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. memang gitu kok karena pastor sudah menikah/bersatu dgn gereja

      Hapus
  6. harus diakui kesalahan kalian. malah sptnya melegalkan aduhhhhh

    BalasHapus
  7. Huahahaaa ajaran agama yg sngat aneh,,, kok bisa tuhan mnyuruh pnyembah kolor ijo untk tdk mnikah,, pdhal scara wajar manusia hdup btuh hbungan sex,, aneh ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. karena agar bersih dari pandangan negative

      Hapus
    2. tidaklah aneh kerena ini tradisi yang patut di pertahankan dalam gereja

      Hapus
  8. benar memang pastor ga boleh menikah kalo meniikah itu manusia biasa

    BalasHapus
  9. Balasan
    1. Jangan menyalahkan ajaran yang Anda Tidak/ Belum Tahu..
      Rendah Hatilah...kawan

      Hapus
  10. Jangan menyalahkan...ajaran yang "anda tidak atau belum ketahui"..😆

    BalasHapus
  11. Kalo manusia ikuti ajaran biksu & pastor nya Kristen Katolik tidak mau menikah" sampai mati bisa terancam punah populasi jumlah manusia seluruh dunia/ & dunia sepi, nunggu kiamat saja

    BalasHapus
  12. Dalam Islam tuhan mengajar kan hidup berpasangan pria & wanita seperti nabi Adam & hawa sampai keturunan nya kita sekarang, ingat nikah pasti ada sex & sex itu kebutuhan biologis nya manusiawi yang sudah di atur tuhan, yang nikah nikah saja ada yang berzinah apa lagi yang belum menikah ujung"nya sekandal seksual di tempat ibadah

    BalasHapus
  13. Mantap min
    Saya muslim
    Saya paham betul kesakralan seorang pastor dan uskup



    BalasHapus